Ditinjau dari konsep
dan pelaksanaannya, dimengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut:
Ø Kurikulum
ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang
dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen
kurikulum.
Ø Kurikulum
aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan
pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun
demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum
dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum
merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam
jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut
secara bertahap dalam belajar mengajar.
Ø Kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat
pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa
berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari
peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di
kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh
kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
Berdasarkan struktur
dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
Ø Kurikulum
terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya
dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran
sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya.
Ø Kurikulum
terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara
terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata
pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses
pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah
Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa
mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
Ø Kurikulum
terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan
disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.
Berdasarkan
pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
Ø Kurikulum
nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim
pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.
Ø Kurikulum
negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh
masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika
Serikat.
Ø Kurikulum
sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan
pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan
diferensiasi dalam kurikulum.
MODEL
DAN ORGANISASI KURIKULUM
A. Model Kurikulum
1. Model Humanistik
a. Konsep Dasar
Kurikulum humanistik
dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik.Kurikulum ini berdasarkan
konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey
(Progressive Education) dan J.J.Rousseau (Romantic Education. Aliran ini lebih
memberikan tempat utama kepada siswa. Pendidikan mereka lebih menekankan
bagaimana menagajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau
bersikap terhadap sesuatu.
Ada beberapa aliran
yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan: Konfluen,
Kritikisme, Radikal, dan Mistikisme modern. Kritikisme radikal bersumber dari
aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mistikisme modern adalah aliran
yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi
pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
b. Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen
dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi
afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan
intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung
segi afektif.
c. Beberapa Ciri Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen
mempunyai beberapa ciri utama yaitu:
• Partisipasi.
• Integrasi.
• Relevansi.
• Pribadi anak.
• Tujuan.
Kurikulum konfluen
menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif, berhubungan dengan kehidupan
siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat. Hal itu sesuai
dengan konsep Gesalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti (penting-red) apabila
bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat mengutamakan kesatuan
dan keseluruhan.
d. Model-Model Belajar Konfluen
Para pengembang
kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran.
Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat
pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk
rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan.
Kebanyakan bahan tersebut diajarakan dengan teknik afektif. Berbeda dengan
pengembang kurikulum yang lain, para penyusun kurikulum konfluen tidak menuntut
para guru melaksanakn pengajaran seperti yang mereka kerjakan.
Dalam memilih kegiatan
belajar beberapa cara dapat ditempuh, pertama,mengindentifikasi tema-tema atau
topik-topik yang mengandung self judgment. Kedua, materi disajikan dalam bentuk
yang belum selesai (open ended), tema atauissue-issue diharapkan muncul secara
spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada. Pengajaran
humanistik memfokuskan proses aktualisasi diri (self actualization).
Kurikulum humanistik
dapat membantu mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui
berbagai kegiatan pengajaran model humanistik para siswa dapat menyatakan diri,
berekspresi, bereksperimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan
dirinya. Menurut Abraham Maslow (1968, hlm. 685-686) kita dapat belajar lebih
banyak tentang diri kita melalui pengujianrespons-respons menuju puncak
pengalaman (peak experiences).
Menurut Philip H.
Phenix (1971, hlm. 271-283) kurikulum harus dapat mengembangkan kesadaran dan
mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran merupakan kunci
perkembangan diri dalam membina hubungan dan penyesuaian diri dengan orang
lain, kelompok, budaya, dan lain-lain.
e. Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik
mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi,
dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman
(pengetahuan-red) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi
murid. Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik anatara guru
dan murid. Guru selain harus mampu menciptaka hubungan yang hangat dengan
murid, juga mampu memberi sumber.
Sesuai prinsip yang
dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yang kesatuan prilaku bukan
saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindaka. Kurikulum
humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum ini kurang menekankan
sekuens, karena dengan sekuaens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk
memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan sekuens
dalam pengajaran yang yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975,
hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Menysun kegiatan yang dapat
memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
• Memperkenalkan bahan-bahan yang akan
dibahas dalam setiap kegiatan.
• Pelaksanaan kegiatan, para siswa
diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun
penghayatan.
• Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil
yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
2. Model Subjek Akademik
Model konsep kurikulum
ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya
mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe
lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek
akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang
berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah
ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan
mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan.
Isi pendidikan diambil
dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli,
masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid.
Karena kurikulum sangat mengutamkan pengetahuan maka pendidikannya lebih
bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum
hampir sama dengan disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi,
matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis
tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam
perkembangnnya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan
siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang
dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Jerome Bruner dalam The
Process of Education menyatakan bahwa desain kurikulum hendaknya didasarkan
atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu
mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang mendasar yang dapat
diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan yang memberi struktur
kepada suatu disiplin ilmu. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas
struktur pengetahuan adalah Man: A Course oof Study (MACOS) Macos adalah
kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman,
permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditunjukan untuk
mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan
pengarahan dan bimbingan Bruner.
Sasaran utama kurikulum
model MACOS adalah perkembangan kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan
penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan memberikan serangkaiann
car kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana mampu
menganalisis kehidupan sosial. Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam
perkembangan kurikulum Subjek Akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan
pendekatan struktur pengetahuan. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat
integratif. Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
• Menetukan tema-tema yang membentuk
satu kesatuan (unifying theme).
• Menyatukan kegiatan belajar dari
bebrapa disiplin ilmu.
• Menyatukan berbagai cara/ metode
belajar.
Pendekatan ketiga,
adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
a. Ciri-ciri Kurikulum Subjek Akademik
Kurikulum subjek
akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi
isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
”penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek
akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan)siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut
para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan
dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan
dalam seni dan koherensi dalam sejarah.
Ada beberapa pola
organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola
organisasi yang terpenting di antaranya:
Ø correlated
curriculum adalah pola organisasi materi tau konsep yang dipelajari dalam suatu
pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
Ø Unified
atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun
dalam tema-tema pelajran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran
disiplin ilmu.
Ø Integrated
curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam
pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi.
Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan
tertentu.
Ø Problem
Solving Curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah
sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajarn atau disiplin ilmu.
Tentang kegiatan
evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi
disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajran. Dalam bidang studi humaniora
lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) daripada tes objektif. Para
ahli disiplin ilmu sering memilki sifatambivalen terhadap evaluasi. Satu pihak
melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan. Evaluasi yang dilakukan dalam waktu singkat tidak
akan memberikan gambaran yang benar tentang perkembangan dan penguasaan siswa.
Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan dikembangkannya model
evaluasi formatif dan sumatif.
b. Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang
dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana
memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila
ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya
harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan
para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat
secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya
akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah
tersebut, yaitu:
Ø Mengusahakan
adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada
bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
Ø Mengutamakan
kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari
disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
Ø Menekankan
pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar
(prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.
c. Penyesuaian Mata Pelajaran dengan
Perkembangan Anak
Para pengembang kurikulum
subjek akademis, lebih mengutamakan penyususnan bahan secara logis dan
sistematis daripada menyalaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi penekannya pada
proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan.
Kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang
ada pada masyarakat.
3. Model Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi
sosial berada dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih
memusatkan perhataian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat.
Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Pandangan
rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold
Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi
kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Theodore Brameld, pada awal
tahun 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Dalam
masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam
perkembangan dana pembaharuan masyarakat.
Para rekonstruksionis
sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan
murid-murid bagaiman masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan
bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesnus
sosial.
a. Desain Kurikulum Rekonstruksi sosial
Ada beberapa ciri dari
desain kurikulum ini.
Ø Asumsi.
Ø Masalah-masalah
sosial yang mendesak.
Ø Pola-pola
organisasi.
b. Komponen-komponen Kurikulum
Kurikulum rekonstruksi
sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi
isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
Ø Tujuan
dan isi kurikulum.
Ø Metode.
Ø Evaluasi.
c. Pelaksanaan Pengajaran Rekonstruksi Sosial
Pengajaran rekonstruksi
sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan
tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan
untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada
dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan
biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut.
Salah satu badan yang
banyak mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran rekonstruksi sosial
adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-daerah Amerika
Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan
budaya akal budi (conscientization). Dengan gerakan Conscientization mereka
membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam konteks kondisi masyarakat mereka. Keterbatasan dan potensi yang mereka
miliki.
Harold G. Shane seorang
profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para
Futurolog menggunakan perencanaann masa yang akan datang (future planning)
sebagai dasar penyususnan kurikulum. Shane menyarankan para pengembang
kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan
utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi
dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi,
politik, sosial, dan budaya.
4. Model Teknologis
Abad dua puluh ditandai
dengan perkembangaan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi
setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu
teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah
teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta,
sabak dan grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangnnya
yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette,
overhead projector, film slide, dan motion film,mesin pengajaran, komputer,
CD-rom dan internet. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang
pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan.
Penerapan teknologi
dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu
bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat
(tools tecnology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan
dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat
teknologis untuk menunjang efisien dan efektivitas pendidikan. Dalam arti
teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program
pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program
pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang
ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan
dengan alat dan media pengajaran.
Pada bentuk pertama,
pengajaran tidak membutuhkan alat dan medis yang canggih, tetapi bahan ajar dan
proses pembelajaran disusun secara sistem. Pada bentuk kedua, pengajaran
disusun secara sistem dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media
pembelajaran.
a. Beberapa Ciri Kurikulum Teknologis
Kurikulum yang
dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus,
yaitu:
• Tujuan.
• Metode.
penegasan tujuan.
Pelaksanaan pengajaran.
Pengetahuan tentang hasil
• Organisasi bahan ajar.
• Evaluasi.
Program pengajaran
teknologis sangat menekankan efesiensi dan efektivitas. Program dikembangkan
melalui bebrapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang
sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai.
Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak terlepas dari
beberapa keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas kemampuannya untuk
mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi
(analisis, sintesis, evaluasi) juga bahan ajar yang bersifat efektif.
b. Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan
kurikulum model lama, menurut para ahli teknologi pendidikan, penyusunan
kurikulum, penyusunan buku-buku serta perangkat kurikulum lainnya lebih
bersifat seni dan didasarkan atas kepentingsn politik daripada landasn-landasan
ilmiah dan teknologis. Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada
beberapa kriteria, yaitu: (1) prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan
disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain, (2) hasil pengembangan
terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya
memberikan hasil yang sama. Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah
penekanan pada kompetensi.
Pemecahan masih dapat
dilakukan dengan menerapkan model kurikulum yang lebih menekankan pada
teknologi sistem dan kurang menekankan pada teknologi alat.
Pengembangan kurikulum
teknologis terutama yang menekankan teknologi alat, perlu mempertimbangkan
beberapa hal. Pertama, formulasi perlu dirumuskan terlebih dahulu apakah
pengembangan alat atau media tersebut benra-benar diperlukan. Kedua,
spesifikasi, diperlukan adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan
dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaan maupun ketetapan penggunaannya.
Spesifikasi juga meliputi spesifikasi situasi lingkungan tempat belajar,
standar perilaku belajar, serta keterampilan-keterampilan untuk mencapai
tujuan. Ketiga, prototipe sekuens-sekuens pengajran perlu diujicobakan dalam
bentuk prototipe-protipe, demikian juga format-format media, dan organisasi.
Keempat, percobaan pertama unit-unit pengajaran diujicobakan pada sejumlah
sampel siswa untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya. Kelima, mencoba
hasil, hasil dan pengembangan dicoba diterrapkan di dalam sistem pengajaran
yang berlaku.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan menunjuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Pengembangan kurikulum
mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000:1), pengembangan
kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum
improvement). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalm bahasan ini bisa
mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan
kurikulum itu sendiri. Dilihat dari cakupan pengembangannya apakah curriculum
constructionatau curriculum improvement, ada dua pendekatan yang dapat
diterapakan dalam pengembangan kurikulum.
1. Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan
top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat
pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat)
pendidikan seperti dirjen ataun para kepala Kantor Wilayah. Dilihat dari cakup
pengembangnnya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun
kurikulum yang benra-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk
penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja atau
proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
• Langkah Pertama, dimulai dengan
pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
• Langkah Kedua, adalah menyusun tim
atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah
disusun oleh tim pengarah.
• Langkah Ketiga, apabila kurikulum
sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya
diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau
direvisi.
• Langkah Keempat, para administrator selanjutnya
memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikankurikulum yang
telah tersusun itu.
2. Pendekatan Grass Roots
Kalau pada pendekatan
administratif inisiatif pengembanagn kurikulum berasal dari para pemegang
kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model
grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari
guru-guru sebagai implemmentator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih
luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah
ke atas.
Syarat sebagai kondisi
yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama,
manakala kurikulum itu benaar-benar
bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih
terbuka untuk memperbaharui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang
diberlakukan.
Kedua, pendekatan grass
roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki setiap profesioanl yang
tinggi disertai kemampuan yang memadai.
Ada beberapa langkah
penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan
grass roots ini.
Pertama, menyadari
adanya masalah.
Kedua, mengadakan
refleksi.
Ketiga, menunjukan
hipotesis atau jawaban sementara.
Keempat, menentukan
hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi
dan kondisi lapangan.
Kelima,
mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga
terpecahkan masalah yang dihadapi.
Keenam, membuat dan
menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass root.
No comments:
Post a Comment